Langsung ke konten utama

Catatan Awal April: Ada Wangimu

untuk C. Ruddyanto


Bukan salahmu
Berulangkali berbisik:
“Aku, kala, malam, meronta melihat dunia”.
Katamu: “Di mana kutemukan ketentraman negeriku?”

Bukan salahmu
Barangkali telah datang pertanda
Sebagian dinding-dinding tua
Tercecer tinta mutiara beludru itu.

Selayaknya,
Aku mohon hentikan kutuk-Mu.
Tiba-tiba
Sang Khalik datang:
Manusia ada menuntun sang pribadi.
Sang Kahar mendekretkan:
Manusia dipindahkan dari alam semesta ke alam insan.

Lalu sesaat teringat
Ada wangimu di pertempuran rahim dunia
Jadi, haruskah aku lupa?

Ada wangimu tertinggal
Hidup adalah pemburu belantara
Pergi, masuklah di pelataran-Ku.

Ada wangimu tertinggal di awal April
Engkau masih juga diam
Begitu bertanya, mengapa?

Akan kusingkapkan rahasia padamu
Dialah seorang, lahir dari semesta
Sang pribadi tak berwujud kini
Gambar wajahmu adalah doa untuk keselamatan
Aku cemburu terpilin batu kahrab di zamannya.


Ketika kau keras hati
Mengenal bangsa dan negeri sendiri yang abstrak
Bangsa
Negeri
Itu tidak mengenal kau.

Ada wangi itu
Pun revolusi langit menjawab sempurna
Pada peristiwa kematian
Penuh makna
Sungguh, kau capai padang pasir karakum
Saksikanlah!
Bintang langit akan memandangmu.

“Keni kinarya darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip”

Ada wangimu tertinggal
Untuk suatu kerinduan
Mohonkan ampunan Tuhan
Bagi dosa sepanjang hayat
Diam, kami kagum pada kesabaran panjangmu.
Selamat jalan.
Selamat jalan.
Aku sadari: jalan ini kian malam.
Aku relakan engkau pergi menghadap Illahi.



Tengah malam, di rumah kecil
Denpasar, 12 April 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambaran Politik, Ideologi, dan Kekerasan Drama Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer

Gambaran Politik, Ideologi, dan Kekerasan Drama Mangir Karya Pramoedya Ananata Toer Puji Retno Hardiningtyas Abstrak Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan gambaran politik, ideologi, dan kekerasan drama Mangir karya Pramoedya Ananta Toer. Drama politik, umumnya memainkan peranan utama dalam karya sastra, karya sastra tanpa politik seakan terasa “mentah.” Dalam bentuk yang ideal, drama politik berisi ketegangan internal, yaitu ketegangan perilaku dan perasaan seorang tokoh, di samping itu harus mengisyaratkan ideologi modern. Ideologi umumnya bersifat abstrak dalam pikiran tokoh. Konflik dan kekerasan dalam drama Mangir mampu memikat pembaca, karena drama itulah politik dan ideologi ditampilkan sekaligus dipertahankan, serta gagasan tentang keterlibatan sastra dan pengarangnya juga merupakan alegori yang ironis, yang dimaksudkan sebagai sindiran terhadap konflik antarpenguasa. The research aims to describe the illustration of politic, ideology, and strife o

Kakawin Nāgara K.rtagama sebagai Model Penulisan Sastra Sejarah Masa Keemasan Majapahit

Puji Retno Hardiningtyas Abstrak Kakawin Dēśa Warņnana athawi Nāgara K.rtagama: Masa Keemasan Majapahit merupakan karya sastra sejarah gubahan Mpu Prapanca, pujangga besar di masa kejayaan Kerajaan Majapahit sekitar 700 tahun yang lalu. Kakawin Nāgara K.rtagama hancur bersama runtuhnya Kerajaan Majapahit pada abad ke-15. Namun, kemungkinan ada yang sempat menyelamatkan ke Bali, disalin di Desa Kamalasana dan salinannya disimpan di Gria Pidada, Karangasem, Bali. Selain itu, salinan satunya ada di Puri Cakra Nagara, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saat pasukan Belanda menyerbu Lombok tahun 1894 ditemukanlah naskah tersebut dan diberi catatan oleh C.C. Berg menjadi Nāgara K.rtagama. Sesuai dengan etimologi istilahnya, aturan-aturan pembaitan atau metrum kakawin merupakan adaptasi metrum kawya (puisi India). Para kawi ‘penyair’ (Jawa kuno) memiliki sanggit ‘kreativitas’ untuk mengembangkan kakawin sebagai tradisi. Aturan metrum tersebut berupa 1) jumlah suku kata tiap baris yang cenderung sam

Novel Roro Mendut, Centhini, dan Madam Kalinyamat: Kelokalan Jawa dalam Narasi Sejarah Versi Kaum Minoritas

Puji Retno Hardiningtyas Abstrak Dalam sejarah pemikiran dan polemik kebudayaan yang panjang di masa lalu, ternyata telah begitu jauh bersinggungan dengan sisi sensitif nasionalisme dan kejatidirian kebudayaan nasional, khususnya kebudayaan Jawa.Salah satunya terwujud pada sastra yang memperlihatkan bentuk struktural dari situasi historis, yaitu novel Roro Mendut karya Y.B. Mangunwijaya, Centhini karya Sunardian Wirodono, dan Madam Kalinyamat karya Zhaenal Fanani. Dalam konteks itu, ketiga novel tersebut merupakan novel sejarah yang bersumber dari Babad Tanah Jawi (Roro Mendut), Babad Tanah Jawi dan Babad Demak (Madam Kalinyamat), dan Serat Centhini (Centhini).Konklusi harapan besar dari komitmen sejarah membuka pemahaman bagi pembaca awam sebab budayanya dapat mempertahankan kelestarian ‘seperangkat mitologi’ penuh daya pengaruh yang dapat menyusup ke dalam liku masyarakat Jawa. Unsur-unsur sejarah ditunjukkan dengan memunculkan tokoh-tokoh—yang berdasar sumber lain diakui sebagai pel